Wednesday 21 April 2010

Pelajaran Knowledge Management dari Abad ke 15

Saya tidak ahli dalam hal Sejarah. Tetapi saya suka membaca buku-buku sejarah. Saya khususnya suka komik sejarahnya Larry Gonick, saya suka baca wikipedia, dan berbagai blog lain yang juga bercerita soal sejarah.

Salah satu bagian sejarah yang saya suka adalah sejarah Eropa di bagian akhir abad pertengahan. Atau mungkin menjelang masuk ke jaman renaisance (kalau saya salah memilah-milah waktu, maaf, sekali lagi saya bukan ahli sejarah). Inilah jaman di mana bangsa Portugis, Spanyol, dan Inggris berlomba-lomba melakukan ekspedisi ke India, di mana bangsa-bangsa itu akhirnya menemukan "India" nya masing-masing.

Kini kita tahu sejarah mencatat bahwa bangsawan-bangsawan Eropa itu nyasar ke mana-mana. Praktis hanya Portugis dan Belanda yang akhirnya benar-benar sampai ke negeri rempah-rempah (Indonesia). Track record bangsa Eropa dalam hal pelayaran pun sebetulnya tidak terlalu mengkilap juga jika dibanding prestasi bangsa China.

Namun demikian, dari kisah ekspedisi inilah, menurut saya, kita bisa belajar banyak soal manajemen, khususnya manajemen pengetahuan atau knowledge management (KM).

Dalam hal KM, yang terpenting bukanlah semata pencapaian saat itu. Yang jauh lebih penting adalah improvement yang berkelanjutan. Kini kita bisa melihat kemajuan Eropa sebagai hasil dari pengembangan berkelanjutan ini.

Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan kunci dalam KM yang antara lain sebagai berikut:
  1. Pelajari terlebih dahulu.
  2. Pelajari selama proyek berjalan.
  3. Pelajari setelah proyek selesai.
Nah, langkah keempat adalah sesuatu yang menurut saya merupakan kunci yang benar-benar membuat perbedaan. Hal tersebut adalah memiliki seseorang yang dapat memelopori perolehan pengetahuan dan evolusinya. Raja Henry (atau Enrique) dari Portugis mendirikan Sagres School of Navigation. Di sekolah pelayaran ini, para calon kapten kapal dapat belajar pengetahuan termutakhir dan berdiskusi dengan kapten-kapten yang lebih berpengalaman sebelum memulai pelayarannya. Dengan demikian calon-calon kapten baru akan terus "dicetak" dengan belajar dari pendahulu-pendahulunya. Pada akhirnya, Portugis memiliki armada pelayaran dengan kualitas bersaing.