Wednesday 24 February 2010

My Credo of Knowledge Management: Truth is Less Important than The Way to Find the Truth

Dua bulan terakhir ini saya bekerja cukup keras, karena saya harus membagi waktu antara pekerjaan saya di kantor & berusaha mulai membangun usaha saya sendiri. Saya bekerja di kantor dari jam 8 pagi sampai paling tidak jam 7 malam, kadang lebih, bisa sampai jam 10 malam. Kalau kerjaan kelar jam 7, saya pulang dan saya lanjutkan membangun usaha saya sampai tengah malam.
Yang cukup melelahkan dan memusingkan dari membangun usaha sendiri adalah: mengelola tim! Yup, bagian yang ini kadang-kadang bisa bikin km bener2 ngos2an, emosi, pusing, dsb...
Dan lagi-lagi, seperti di kantor, di usaha saya sendiri ini saya dihadapkan dengan tantangan dalam bidang Knowledge Management (KM). Bagaimana alur informasi antar orang2 yang terlibat dalam usaha ini bisa lancar car car!!


Setelah sekian lama saya bergulat dengan masalah KM, entah itu di kantor selama ini, maupun di usaha saya yg belum jadi baru2 ini, saya memperoleh satu insight. Dalam KM, yang penting itu justru bukan transfer pengetahuannya, melainkan transfer cara-memperoleh-pengetahuan. Sikap yang membuat seseorang jadi memiliki knowledge tertentu melebihi orang lain, itu yg perlu ditransfer! Bukan knowledge nya. Does it necessary to conclude that "Truth is less important than the-way-you-found-the-truth"? I guess it's not necessary. Tapi kalo iya, ya gapapa jg sih.

Contoh paling baik adalah analogi orang yang belajar matematika. Ada 3 level keahlian matematika.

1. Menguasai logikanya
2. Menguasai rumusnya
3. Menguasai jawabannya

Sama seperti kalau kita belajar matematika, mengetahui jawabannya apa (knowledgenya) adalah paling tidak penting dan tidak menggambarkan keahlian seseorang. Bahkan, menurut saya no 3 sama sekali gak ada artinya tanpa no 1 dan 2.

Jika kita hanya menguasai rumusnya saja tanpa menguasai logikanya, pada dasarnya kita hanya menguasai short-cut. Dengan ini pun seseorang sudah bisa survive. Tapi, tetap saja kurang maksimal. Jika dihadapkan pada soal (masalah) yang "belum ada rumusnya", dia akan gagal.

Yang paling baik tentu saja adalah menguasai logikanya. Bahkan tanpa hapal rumus pun, anda tetap seorang matematician, jika anda punya logika seorang matematician.

KM kira2 jg seperti itu. Jika yang dilakukan hanya transfer knowledge terus tanpa menanamkan semangat mencari knowledge nya, si SDM ini akan butuh disuap knowledge terus seumur hidupnya.

Wednesday 17 February 2010

Pertanyaan Klasik tentang Cara Jualan

Sore ini, baru saja denger lagi pertanyaan klasik yang sering ditujukan untuk orang-orang yang terjun ke dunia sales, marketing, atau bisnis.

"Gimana cara jualan es batu di kutub utara?"

Jawabannya macem-macem sih, tapi bukan itu yang buat saya terus diem & mikirin pertanyaan ini. Ini bukan sekedar pertanyaan kosong yang cuma ada di tataran konsep. Ini adalah pertanyaan yang sudah dijiwai, dihayati dan benar-benar diterapkan.
Mau bukti?
Ada pertanyaan yang mirip:

"Gimana cara jualan nasi di pulau jawa (pulau padi)?"

See? It's really happens!! Nyata-nyatanya kita bisa-bisanya beli nasi dari luar negeri!

Sunday 14 February 2010

Authority Rejection

Kemarin saya membaca buku tentang Yesus yang ditulis oleh Joseph Ratzinger. Joseph Ratzinger ini tidak lain adalah pemimpin Gereja Katolik yang sekarang, or so-called His Holiness Pope Benedict XVI. Judul bukunya adalah Yesus dari Nazaret.


Meskipun saya bukan seorang Katolik, saya tertarik dengan buku ini, terlebih karena saya sudah begitu sering membaca & mendengar pandangan baru tentang Yesus yang menurut saya seolah, supaya laku, mungkin sengaja dibuat bombastis, kontroversial, dahsyat, spektakuler dan sebagainya. Buku macam ini ada banyak sekali jenisnya, terpampang di toko-toko buku. Saya kemudian jadi ingin tahu bagaimana pandangan seorang pemimpin Katolik sendiri, sebagai pemimpin organisasi yang meyakini kisah Yesus seperti yang diketahui secara luas.

Berikut ini potongan halaman yang menurut saya menarik:

“Dalam suatu perumpamaan akhir, …… Ia (Yesus) mengangkat lagi madah (nabi) Yesaya dengan cara lain (Mrk. 12:1-12). … Israel sekarang digambarkan sebagai petani penyewa suatu kebun anggur yang tuannya bepergian dan dari jauh menagih hasil bagiannya. Sejarah pergulatan yang diulang-ulang dari Allah untuk dan dengan Israel dilukiskan dengan silih bergantinya para hamba, yang atas perintah Tuhan datang untuk menagih sewa, jadi memungut bagian adil dari buah mereka. Sejarah para nabi, penderitaan mereka, dan sia-sianya upaya mereka terpancar jelas dalam kisah itu, yang berbicara tentang penyiksaan serta malah pembunuhan para hamba.

Akhirnya, sebagai usaha terakhir, si pemilik mengirim anaknya yang tercinta, ahli waris, yang sebagai pewaris, juga di hadapan pengadilan, dapat memaksakan tuntutan kepada penyewa dan karenanya boleh mengharapkan dihormati. Sebaliknyalah yang terjadi. Penyewa membunuh si anak justru karena ia pewaris; dengan demikian mereka akhirnya justru mau merebut kebun anggur itu.


Di titik ini, seperti dalam kidung Yesaya, perumpamaan berpindah dari semacam cerita tentang masa silam lalu masuk ke situasi pendengarnya. … Pendengar tahu: Ia berbicara tentang kita (ay. 12). Sebagaimana para nabi disiksa & dibunuh, begitulah kamu mau membunuh aku. Aku bicara tentang kamu dan tentang Aku sendiri.

Penjelasan modern (yang lazim) berakhir di titik ini dan dengan demikian menempatkan perumpamaan kembali ke masa silam (ke jaman kehidupan Yesus)….
Namun, Tuhan selalu bicara pada masa kini dan menuju masa depan. Ia justru bicara bersama kita dan tentang kita. Bila kita membuka mata kita—bukankah apa yang dikatakan itu nyatanya pelukisan masa kini kita? Bukankah memang itu logika zaman modern (beberapa orang menyebutnya post-modern), zaman kita: kalau kita menyatakan Allah mati, kitalah Allah itu sendiri. Akhirnya, kita bukan milik orang lain, melainkan pemilik diri kita sendiri dan pemilik dunia. …
Kita mencoret Allah; tidak ada tolok ukur di atas kita, kita sendiri adalah ukuran bagi kita. Kebun anggur menjadi milik kita.”

Interpretasi yang menarik atas perumpamaan yang juga menarik. Jadi, seolah kita manusia memang punya kecenderungan untuk menolak otoritas, hehe…


Well, saya sama sekali tidak ingin menyiarkan agama (buat apa? Saya katolik juga bukan!). Lagipula, saya setuju kepercayaan itu urusan pribadi. Saya hanya merasa ini catatan penting yang mungkin baik untuk saya share, untuk direnungkan bagi orang-orang yang diam-diam atheis (saya sebut “diam-diam” karena di KTP nya pasti ada agamanya). Atau orang-orang yang, karena Tuhan tidak seperti yang dia pikirkan, lantas menganggap Tuhan tidak ada. Hanya karena “Sesuatu” tidak seperti yang anda duga selama ini, bukan berarti Dia tidak ada.

Hanya karena "Kebenaran yang anda temukan" berbeda dengan "Kebenaran yang selama ini diceritakan", bukan berarti "Kebenaran yang selama ini diceritakan" tersebut tidak ada.

There are a lot MORE than you see....

Thursday 11 February 2010

Resolusi 2010

Resolusi 2010. Harusnya sebelum membahas resolusi 2010, saya pamer dulu bagaimana pencapaian resolusi 2009. Tapi berhubung gak ada yang bisa dipamerin, bukan karena saya tidak mencapai/memperoleh apapun (saya memperoleh banyak sekali anugerah, sumpah!), tapi karena saya memang tidak dengan serius menetapkan resolusi tahun lalu. Jadi susah kan ngukurnya? Nah, sekarang saya berencana serius menetapkan resolusi 2010.

Oke, here they are:

1. Memperoleh Sertifikasi (whether it’s HR Certification, IT, or both)

Dulunya saya pengen ambil S2. Pilihannya, biaya sendiri atau beasiswa. Biaya sendiri, hmm… saya ragu untuk mengerahkan sumber daya keuangan saya ke arah sana (baca: belum mampu, cuy!). Sementara kalo mengandalkan beasiswa, hmmm… faktor luck nya gede bgt di sini, dan saya memang ingin resolusi kali ini benar-benar realistis & feasible. Jadi, saya memutuskan untuk tetap mencoba-coba cari beasiswa, tapi tidak diutamakan. Saya mengutamakan berburu sertifikasi skill saja. Kemungkinannya antara lain di bidang Human Resource (HR), Information Technology (IT), atau kalau memungkinkan ya keduanya. Karena selama ini memang di kedua bidang itu saya mengais-ngais rejeki (aiiihhhh… bahasanya..). Tujuannya jelas, meningkatkan kualitas saya sebagai profesional.

2. Beli Kendaraan (Motor)

Haha… suka geli sendiri liat resolusi yang ini. Ya waktu menetapkannya, saya mikir saya emang butuh transportasi murah & praktis… Tapi,… RESOLLUSI MACAM APA INNI!?!?!? Tapi biar bagaimanapun, pada saat tulisan ini saya posting, inilah resolusi yang hampir tercapai. Akhir bulan januari, kalo tidak ada halangan, saya sudah punya motor. Hore.

3. Memulai SATU Bisnis

Kenapa “satu” nya saya tulis huruf capital? Ya biar jelas aja targetnya. Pokoknya ada satu buah kegiatan bisnis yang jalan, sustainable. Ya berarti saya berhasil. Sebenarnya saat ini saya juga sudah mulai proses membangun bisnis, hanya saja belum jalan, dan saya tidak akan mengumumkan bisnis saya itu apa, sebelum benar-benar jalan. Tunggu saja, rencana bulan februari saya launching bisnis saya. Dan pasti langsung saya posting.

Tujuan resolusi ini juga cukup jelas, supaya saya punya lebih dari 1 sumber income.

4. Menabung Emas

Sudah lama sekali saya ingin mengumpulkan keping emas. Terinspirasi Paman Gober, hihi..

Yah, saya tentunya tidak perlu menyebutkan alasan-alasan mengumpulkan emas. Sudah banyak pakar investasi yang menyebutkan kelebihan investasi dalam bentuk emas. Dan, memang itulah tujuan resolusi saya; Investasi. Target: 10 gram emas!

10 gram doang? Kok dikit? Liat target saya nomer 5! Mengingat saya akan menghabiskan banyak biaya di target no 5, sepuluh gram emas itu cukup!

5. Membeli Rumah

Membeli ini bukan berarti saya memilikinya langsung 100% lho ya…. Membeli di sini berarti saya sudah mulai nyicil dan rumahnya sudah mulai bisa ditempati.

Udah ya… kayanya resolusi saya sederhana sekali. Semoga aja bisa tercapai ya.. Amiiiinn

Teman Kerja


Teman kerja sejati...