Sunday 14 February 2010

Authority Rejection

Kemarin saya membaca buku tentang Yesus yang ditulis oleh Joseph Ratzinger. Joseph Ratzinger ini tidak lain adalah pemimpin Gereja Katolik yang sekarang, or so-called His Holiness Pope Benedict XVI. Judul bukunya adalah Yesus dari Nazaret.


Meskipun saya bukan seorang Katolik, saya tertarik dengan buku ini, terlebih karena saya sudah begitu sering membaca & mendengar pandangan baru tentang Yesus yang menurut saya seolah, supaya laku, mungkin sengaja dibuat bombastis, kontroversial, dahsyat, spektakuler dan sebagainya. Buku macam ini ada banyak sekali jenisnya, terpampang di toko-toko buku. Saya kemudian jadi ingin tahu bagaimana pandangan seorang pemimpin Katolik sendiri, sebagai pemimpin organisasi yang meyakini kisah Yesus seperti yang diketahui secara luas.

Berikut ini potongan halaman yang menurut saya menarik:

“Dalam suatu perumpamaan akhir, …… Ia (Yesus) mengangkat lagi madah (nabi) Yesaya dengan cara lain (Mrk. 12:1-12). … Israel sekarang digambarkan sebagai petani penyewa suatu kebun anggur yang tuannya bepergian dan dari jauh menagih hasil bagiannya. Sejarah pergulatan yang diulang-ulang dari Allah untuk dan dengan Israel dilukiskan dengan silih bergantinya para hamba, yang atas perintah Tuhan datang untuk menagih sewa, jadi memungut bagian adil dari buah mereka. Sejarah para nabi, penderitaan mereka, dan sia-sianya upaya mereka terpancar jelas dalam kisah itu, yang berbicara tentang penyiksaan serta malah pembunuhan para hamba.

Akhirnya, sebagai usaha terakhir, si pemilik mengirim anaknya yang tercinta, ahli waris, yang sebagai pewaris, juga di hadapan pengadilan, dapat memaksakan tuntutan kepada penyewa dan karenanya boleh mengharapkan dihormati. Sebaliknyalah yang terjadi. Penyewa membunuh si anak justru karena ia pewaris; dengan demikian mereka akhirnya justru mau merebut kebun anggur itu.


Di titik ini, seperti dalam kidung Yesaya, perumpamaan berpindah dari semacam cerita tentang masa silam lalu masuk ke situasi pendengarnya. … Pendengar tahu: Ia berbicara tentang kita (ay. 12). Sebagaimana para nabi disiksa & dibunuh, begitulah kamu mau membunuh aku. Aku bicara tentang kamu dan tentang Aku sendiri.

Penjelasan modern (yang lazim) berakhir di titik ini dan dengan demikian menempatkan perumpamaan kembali ke masa silam (ke jaman kehidupan Yesus)….
Namun, Tuhan selalu bicara pada masa kini dan menuju masa depan. Ia justru bicara bersama kita dan tentang kita. Bila kita membuka mata kita—bukankah apa yang dikatakan itu nyatanya pelukisan masa kini kita? Bukankah memang itu logika zaman modern (beberapa orang menyebutnya post-modern), zaman kita: kalau kita menyatakan Allah mati, kitalah Allah itu sendiri. Akhirnya, kita bukan milik orang lain, melainkan pemilik diri kita sendiri dan pemilik dunia. …
Kita mencoret Allah; tidak ada tolok ukur di atas kita, kita sendiri adalah ukuran bagi kita. Kebun anggur menjadi milik kita.”

Interpretasi yang menarik atas perumpamaan yang juga menarik. Jadi, seolah kita manusia memang punya kecenderungan untuk menolak otoritas, hehe…


Well, saya sama sekali tidak ingin menyiarkan agama (buat apa? Saya katolik juga bukan!). Lagipula, saya setuju kepercayaan itu urusan pribadi. Saya hanya merasa ini catatan penting yang mungkin baik untuk saya share, untuk direnungkan bagi orang-orang yang diam-diam atheis (saya sebut “diam-diam” karena di KTP nya pasti ada agamanya). Atau orang-orang yang, karena Tuhan tidak seperti yang dia pikirkan, lantas menganggap Tuhan tidak ada. Hanya karena “Sesuatu” tidak seperti yang anda duga selama ini, bukan berarti Dia tidak ada.

Hanya karena "Kebenaran yang anda temukan" berbeda dengan "Kebenaran yang selama ini diceritakan", bukan berarti "Kebenaran yang selama ini diceritakan" tersebut tidak ada.

There are a lot MORE than you see....

1 comment:

  1. Saya sebagai seorang katolik memberikan ucapan selamat atas tulisan anda. Tak lupa saya berikan tepuk pramuka dengan senang hati, plok plok ploooooookkkkkkkk..........

    ReplyDelete